Ryoutasventh

This is individual blog from me, i just share random article from my sociallity

Aug 18, 2014

7 Animator anak bangsa yang "GO INTERNATIONAL"


Kebanyakan film" animasi kartun adalah karya Hollywood dan Jepang, banyak studio animasi bertebaran disana, sebut saja studio Pixar Animation dan Walt Disney Animation. Namun dalam keroyokan animator luar, terselip beberapa animator Indonesia yang tak kalah garang, dan mampu bersaing dan survive di level dunia, siapa saja mereka? Mari Kita simak: "7 Animator Anak Negri Tembus Level Dunia“

Rini Sugianto


Berawal dari kecintaan terhadap karakter fiksi seorang jurnalis berjambul bernama Tintin, seorang animator muda asal Indonesia bernama Rini Sugianto sukses menembus kancah perfilman Hollywood. Rini, lulusan S2 dari Academy of Arts di San Francisco, California, yang saat ini bekerja sebagai animator di perusahaan WETA digital di Selandia Baru, baru-baru ini ikut menggarap film "The Adventures of Tintin." Dalam film ini, Rini bertindak sebagai animator dengan andil paling besar. dia mengerjakan paling banyak adegannya, total ada 70 shot di film Tintin. Saat ini, Rini juga sedang menggarap animasi untuk film Hollywood lainnya. film The Avengers, gabungan superhero seperti "Thor" dan "Captain America". Mari kita tunggu film The Avengers karya Rini. 

Griselda Sastrawinata


Griselda pindah ke AS sejak dari Bangku kelas 2 SMA dan menamatkan SMA di sana, lalu ia melanjutkan ke Art Center College of Design di Pasadena, AS. Selain bekerja di Dreamwork, Griselda juga mengajar ilmu komunikasi visual di kampus almamaternya. Shrek adalah salah satu film produksi dari Hollywood yang melibatkan Griselda Sastrawinata, seorang animator asal Indonesia yang tinggal di California, Amerika. Ia bekerja untuk studio animasi terkenal Dreamwork. Perusahaan film animasi inilah yang sudah memproduksi berbagai film terkenal seperti Kungfu Panda, Madagascar, Monster Aliens, serta banyak yang terkenal lainnya.

Andre Surya


Lahir di Jakarta, 1 Oktober 1984, studi di Jurusan Desain Komunikasi Visual Univeritas Tarumanagara, Jakarta. Andre adalah satu-satunya digital artist asal Indonesia. Ia bernaung di divisi Industrial Light and Magic (ILM) Lucasfilm Singapore. Lucasfilm merupakan salah satu production company tersukses di dunia, yang didirikan tahun 1971 oleh George Lucas, sutradara Star Wars. Karya lainnya, City of Enhasa, juga meraih juara satu di Future World Contest. Iron Man adalah film pertama yang ia kerjakan. Setelah itu, ia terlibat dalam penggarapan sejumlah judul film seperti Star Trek, Terminator Salvation, Transformers: Revenge of the Fallen, dan Iron Man 2. Ia juga ikut menggarap Indiana Jones and the Kingdom of the Crystal Skull, Surrogates, dan Transformers: Revenge of the Fallen.
Chris Lie,
Tamatan ITB dan peraih beasiswa full bright untuk kuliah di jurusan sequential art (komik) di Savannah College of Art and Design, Amerika Serikat merupakan salah satu pekerja dibalik layar beberapa film terkenal. Sebut saja Transformers 3, GI Joe, hingga yang terbaru Spiderman 4. Bahkan,saat ini dia juga tengah merampungkan beberapa proyek gim, seperti Starwars dan Lord of the Rings.

Wirawinata


Lulusan Nanyang Polytechnic (Singapore) dan Art Centre Collage of Design (Passadena/ CA-US) ini awal nya sekedar menyelesaikan film animasi "The Little Red Plane" sebagai final project kelulusan di Art Centre, dan iseng" mengirimkan film mereka ke festival film animasi Internasional. Diluar dugaan The Litte Red Plane meraih banyak penghargaan seperti medali emas Student Emmy Award dan Dance With Film, Piala Kristal di Festival Film Heartland, serta ditayangkan khusus di Festival Film Cannes. Kini Wira dengan perusahaan yang didirikannya Shadedbox mulai beralih ke dunia animasi komersial, dengan bekerja sama dengan Cartoon Network, The Gotham Group, Buena Vista Games, Sony Computer Entertainment of America, Microsoft, Midway Games dan Landor. Karya lainnya seperti pembuatan animasi iklan: Burger King, Toyota Yaris, Air Transport Authority dan FIlm Animasi Desperate Housewives.

Wira, Animator Penembus Hollywood
Udah gede, kok senang film kartun. Aneh banget!” Olok-olok ini sering mampir di telinga Wira Winata sejak ia jadi ABG (anak baru gede) sampai sekarang. Namun, ejekan itu tak menyurutkan kecintaannya pada dunia kartun atau animasi. Bahkan, berkat kartun pula, ia mengukir prestasi tinggi: satu-satunya animator Indonesia yang berhasil menembus pasar Hollywood. Plus, sukses mengembangkan bisnis rumah produksi animasi bernama Shadedbox yang berkantor di Pasadena, Amerika Serikat, dengan klien yang tidak sembarangan: Disney TV, Buena Vista Games, Sony Computer Entertainment of America, Microsoft, Midway Games dan Landor.
“Dari hobi menjadi duitsepertinya ungkapan yang pas buat lajang 30 tahun ini. Sejak usia prasekolah, Wira memang gemar menggambar tokoh-tokoh kartun. Selain tokoh top dunia semacam Donald Duck, Superman, Batman, Spiderman dan Flash Gordon, tokoh imajinasi pribadinya pun tak luput digambarnya. Namun, lantaran semata-mata hobi, Wira tidak mengimbanginya dengan pendidikan khusus agar keterampilan menggambarnya makin terasah. Situasi baru berubah kala mengenal mata kuliah desain produk ketika studi manufacturing engineering di Nanyang Polytechnic Singapura. “Ternyata, pelajaran desain produk mampu membuat kualitas gambar saya semakin rapi dan terstruktur,” ungkapnya. Agar kian terampil, selulus dari Nanyang, ia terbang ke Pasadena, untuk kuliah desain produk di Art Centre College of Design. Di sana, ia fokus pada keahlian rancang produk tiga dimensi.
Jelang tahun terakhir kuliah di Art Centre awal 2000, Wira mengajak tiga temannya yang memiliki passion sama membuat film animasi pendek. Mereka adalah Mike Frantum, Joey Jones dan Jason Du -- kelak ketiganya menjadi partner Wira dalam mendirikan Shadedbox pada November 2001. Minimnya pengalaman memproduksi film membuat target penyelesaian molor, dari 6 bulan menjadi setahun.

Awalnya, film pendek berjudul The Little Red Plane itu bukan untuk komersial. “Hanya untuk menjadi final project sebagai syarat kelulusan kuliah kami,” Wira menjelaskan. Proyek ini dikerjakan di apartemen seluas 35 m2 milik Mike. Iseng-iseng, pada 2001-03 mereka mengirimkan film tersebut ke berbagai festival animasi internasional. “Tujuannya sih, pengen tahu aja kelebihan dan kekurangan animasi kami plus tambah wawasan,” katanya.

Di luar dugaan, The Little Red Plane meraih banyak penghargaan bergengsi, seperti medali emas pada ajang Student Emmy Award dan Dances with Films, serta piala kristal dari Festival Film Heartland. Bukan hanya itu, film ini pun ditayangkan secara khusus pada Festival Film Cannes yang membuat Shadedbox mendapat sorotan kalangan kritisi film kartun dan pelaku industri animasi dunia. Tentu saja, termasuk Wira, sebagai sutradara belia -- saat itu ia berusia 25 tahun.

Prestasi ini mengantarkan Wira dan Shadedbox berkenalan dengan industri film komersial. Mereka bertemu dengan berbagai macam perusahaan talent management atau entertainment agency yang mengajak berbisnis bersama untuk produksi film animasi komersial. Inilah awal masuk ke pasar Hollywood yang segera diikuti tawaran-tawaran studio besar.
Saat ini Shadedbox mengerjakan proyek film bersama Cartoon Network dan The Gotham Group. Model kerja samanya: Shadedbox berperan sebagai tim kreatif, sementara Cartoon Network dan The Gotham Group sebagai manajemen dan pemasarnya. Ada juga yang sistem jual putus, contohnya karya Shadedbox dibeli Walt Disney Feature Animation. Di luar film animasi komersial, Wira dkk. mengerjakan pula berbagai proyek animasi untuk kepentingan iklan, efek visual video musik, architectural web dan video game cinematics. “Kami baru saja selesai membuat iklan animasinya Air Transport Authority,” ujar Wira. Contoh lainnya, iklan animasi Burger King, Toyota Yaris, dan film Desperate Housewives versi animasinya. “Lumayanlah buat nambah-nambah cash flow Shadedbox,” kata Wira, mengelak menyebutkan nilai nominal proyeknya.

Agar lebih sukses lagi, pada 2007 Shadedbox mulai aktif memasarkan jasa melalui Internet, seminar, atau konferensi animasi, selain secara getok tular. Impian Wira dkk. memang cukup tinggi: Shadedbox menjadi studio film animasi independen, dan sukses seperti Pixar, Ghibli dan Aardman. Bukan cuma itu, mereka pun ingin seperti para pembuat film kenamaan semacam Brad Bird, John Lasseter, Hayao Miyazaki dan Quentin Tarantino.

Sukses di AS tak membuat Wira lupa Tanah Air. Kini ia menjajaki kemungkinan memasarkan jasa produksi animasi Shadedbox di Indonesia. Hanya saja, “Masih belum ketemu investor, partner dan waktu yang tepat,” ujarnya. Ia melihat kebudayaan Indonesia yang kaya cerita tradisional anak-anak belum ditampilkan dalam bentuk animasi. “Biar anak-anak Indonesia mendapatkan tontonan yang pas untuk usianya,” kata si penembus Hollywood ini penuh harap.

Marsha Chikita


Putri indonesia yang menjadi Animator Film Upin-Ipin namanya Marsha Chikita, Putri Ikang Fawzi , kiki panggilan akrab anak ikang fauzi ini saat memulai Karirnya saat ikut program magang di perusahaan di Las’ Copaque Production(rumah produksi yang membuat film animasi Upin-Ipin). Sejak awal 2010, dia diterima di sana . Bahkan, dia merupakan satu-satunya orang Indonesia yang bekerja di perusahaan tersebut. Dia terjun langsung ikut membuat animasi film anak-anak yang banyak digemari di Indonesia itu. Meski magang, Kiki sudah dibayar RM 500 (ringgit Malaysia) atau Rp 1.400.000 (kurs 1 RM = Rp 2.800) per bulan. Lantaran pekerjaannya dinilai istimewa, Kiki akhirnya diterima sebagai karyawan dengan gaji lebih besar. Awalnya, Marsha bekerja serabutan di studio itu. Maklum, untuk bisa menjadi profesional, pekerja di sana harus bisa mengerjakan semua bagian. Tapi kini Marsha sudah mendapat posisi yang pasti, yaitu di bagian komposter. Bagian tersebut khusus menangani efek visual, termasuk pewarnaan pada animasi agar terlihat sempurna dan enak dilihat.

Pamela Halomoan

Setelah Rini Sugianto berhasil menjadi animator dunia, kini muncul animator dan ilustrator bernama Pamela Haloman. Di usianya yang baru 19 tahun, karya Pamela telah dinikmati masyarakat Singapura, Amerika, Inggris dan Turki. Tidak hanya itu, karakter yang Ia buat telah berhasil menarik perhatian banyak pengunjung saat dipamerkan di Singapore Game Toy Comic Convention. Ribuan karakter telah dibuat oleh Pamela, namun salah satu karakter bernama “Wolly” yang membuat Pamela mendapat cukup perhatian. Wolly adalah salah satu karakter ciptaan Pamela yang digambarkan dengan muka seekor babi dengan mata setengah terbuka yang diikuti bentuk badan penggabungan dari beberapa hewan. Pameran pertama Pamela pun dilakukan di Papertoys Exhibition di Turki dan langsung mendapat perhatian dari pihak galeri.

No comments:

Post a Comment